kaemfret.blogspot.com - Membaca judul di atas mungkin banyak yg tak setuju. Tapi percaya / tak prinsip inilah yg dipegang Rasulullah, pendiri negara ni dan para pejuang di manapun mereka berada dan apapun yg mereka perjuangkan.
Sejak kecil kita diajari untk tak bermusuhan dan ni benar. Hanya saja sebagai catatan, petuah tersebut tak berlaku untk segala kesempatan. Di satu saat, di satu waktu pd akhirnya kita akan berhadapan dgn pilihan yg menuntut kita membangun kesiapan mempunyai musuh.
Bayangkan apa yg terjadi bila Bung Karno dan para pendiri bangsa tak berani punya musuh. Apakah Indonesia akan merdeka? Seandainya Soekarno muda takut berpidato membaca Indonesia menggugat apakah akan ada Indonesia?
Bayangkan jg jika Bung Tomo tak menentang sekutu. Akankah Indonesia dihormati? Peristiwa 10 November telah membuat sekutu berpikir ulang untk mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Atau jika Kyai Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah / Kyai Hasyim Asy'ari tak berani menghadapi celaan dan gugatan ketika mulai memperkenalkan pendidikan modern dlm dunia pendidikan Islam yg masih tradisional. Apakah Muhammadiyah / NU akan sebesar sekarang?
Dan Rasulullah panutan kita, ketika mulai memperjuangkan Islam, pun menghadapi banyak musuh. Muhammad SAW yg santun, yg dipercaya semua golongan, yg disukai semua lapisan masyarakat tiba-tiba menjadi musuh nomor satu di Makkah saat ia memperjuangkan sesuatu.
Padahal Muhammad muda sebelum diangkat sebagai Rasul sudah mempunyai jiwa yg lurus. Sebagai individu ia memilih untk menyepi dan menghindari keburukan, mencari ketenangan hati.
Tetapi ketika diangkat menjadi Rasul, Allah tak memberinya pilihan menyepi. Sebaliknya tugas beliau adlh menyebarkan ajaran Islam. Untuk perjuangan ini, Rasul sempat dibenci dan dimusuhi.
Singkatnya mempunyai musuh karena memperjuangkan sesuatu yg benar adlh bagian dari sunatullah.
Sementara dlm fenomena saat ini, tak jarang cukup banyak pihak yg menghindari perbedaan pendapat, memilih diam pun di sosial media, walau pun terhadap persoalan yg amat sangat penting, hingga berakibat merajalelanya keburukan, tanpa ada yg menghentikan.
Secara jumlah kita mungkin banyak tetapi tak memiliki kekuatan untk membawa perubahan ke arah kebaikan, karena selama ni memilih diam.
Kenapa MOS dari tahun ke tahun masih saja terjadi kekerasan dan pelecehan, meski banyak orang tua, senior lurus, dosen dan guru yg di hati kecilnya tak setuju? Bisa jadi alasannya antara lain karena sebagian besar guru takut dibenci murid senior, karena dosen / rektor takut dianggap mengekang kebebasan mahasiswa, / alasan-alasan lain. Mereka memilih diam dan 'membiarkan' anak baru jatuh menjadi korban.
Alhamdulillah Mendikbud dan Menristek Dikti berani memperjuangkan MOS / OSPEK tanpa perpeloncoan. Berani memiliki prinsip dan idealisme yg diperjuangkan. Dan pejuang tak takut punya musuh. Tidak pula surut langkah karena adanya haters.
Di dunia film, kenapa masih ada tontonan yg berbau porno, humor porno, / adegan tak mendidik dan mengumbar tubuh perempuan? Apakah karena pengawas perfilman khawatir dianggap terlalu mengekang? Satu hal yg harus diingat, tiap kekhawatiran dan ketakutan memiliki harga yg harus dibayar. Terkait tontonan, berakibat anak-anak Indonesia menjadi korban tayangan yg tak terjaga. Walaupun diberi label umur, pd realitanya sering tontonan televisi maupun bioskop tetap bisa diakses mereka yg di bawah umur. Sehingga tindakan kehati-hatian akan lebih bijak.
Kenapa jalan-jalan di tanah Abang sekarang relatif lebih tertib? Sebab Gubernur Jakarta berani menegakkan aturan sekalipun dimusuhi pihak yg dirugikan. Pejuang memang harus berani memiliki musuh.
Begitu banyak kenapa yg harus kita tanyakan. Misal, kenapa korupsi tetap marak padahal kasat mata banyak diketahui teman sejawat? Sebab mereka yg jujur tak mau melaporkan teman sekantor yg korup. Lupa bahwa demi menjaga perasaan teman / karena merasa tak enak kita lalai dari melindungi ribuan rakyat yg menjadi korban kejahatan korupsi. Tradisi setia kawan yg biasanya berulang, terlepas profesinya.
Musuh memang tak boleh dicari toh dia akan datang sendiri di detik kita memperjuangkan sesuatu. Bisa berwujud haters, orang yg tak setuju, orang yg tak menyukai, yg benci, / apapun. Keberadaan mereka menimbulkan konflik dlm kehidupan. Tetapi jika hidup selama ni tenang, tanpa riak sama sekali, mungkin kita harus melemparkan pertanyaan kepada diri sendiri: adakah selama ni kita memperjuangkan dgn tegas sebuah kebaikan? Berani bersikap dan berpihak pd kubu kebaikan? Sebuah perjuangan yg bisa dilakukan tanpa menjurus ke anarki, melainkan tetap dgn cara-cara yg bijak, sesuai aturan, dan semangat kebaikan untk kemaslahatan yg lebih besar.
Agar ketika di akhirat nanti, saat Allah meminta pertanggungjawaban akan semua yg sudah dilakukan, termasuk apakah kita lebih rela menjadi musuh Allah karena menghindari bermusuhan dgn manusia? Kita mampu memberikan jawaban yg menghantar diri lebih dekat kepada surga.
*Sumber: ROL
other source : http://kabarmakkah.com, http://flickr.com, http://instagram.com
0 Response to "Sebuah Renungan: "Berani Punya Musuh ??" - Haji"
Posting Komentar